Poto Calon Kepala Sekolah Kab. Garut Tahun 2015 pulang dari LPPKS Solo
Di indonesia
dari mulai tingkatan TK, SD, SMP dan SMA/MA/SMK taman kanak-kanak/raudhotul
athfal (TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah (SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah
pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa
(SMPLB), sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar
biasa (SMALB) yang bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak
dikembangkan menjadi sekolah bertaraf internasional (SBI) nampaknya belum
tersosialisasikan secara merata dikalangan guru sebagai subjek hukum dari
Permendiknas No. 28 Tahun 2010. Bahkan mungkin, sebagian besar guru belum
merasa perlu terlalu concern mencermatinya mengingat periode-periode sebelumnya
kewenangannya menjadi preogratif pemangku jabatan di Departemen yang memiliki
strata kewenangan jauh diatas guru (asumsi ini minimal mewakili sebagian guru
pada masa itu/ pra reformasi) Arus Reformasi yang terjadi di negara kita dewasa
ini merupakan salah satu produk dari riak-riak globalisasi yang terjadi hingga
saat ini hingga beberapa dekade ke depan.
Salah satu yang
mengemuka pada saat gelombang reformasi adalah mengenai Supremasi Hukum,
mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara kita adalah negara
hukum yang artinya semua permasalah kebangsaan kita harus tunduk pada hukum
yang berlaku di negara ini, berjenjang dari hukum yang tertinggi sampai hukum
terendah mulai dari UUD sampai dengan peraturan-peraturan daerah dan yang
setingkat dibawahnya, perwal misalnya. Pro-kontra yang terjadi di masyarakat
saat ini tidak akan terjadi, apabila semua pihak turut mengawal supremasi hukum
melalui kesadaran kolektif dan ketaatan absolut terhadap keputusan-keputusan
hukum yang telah ditetapkan secara legal-formal, sehingga das sollen tentang
penugasan guru sebagai kepala sekolah sebagi salah satu keputusan di tingkat
lokal yang akan dituangkan pada landasan operasional berupa perwal harus
merujuk pada landasan hukum yang berlaku pada strata yang lebih tinggi,
sehingga pelaksanaannya bersinergi dengan semangat yang diamanatkan oleh produk
yang lebih tinggi tersebut. Penetapan keputusan-keputusan/produk hukum apapun,
pada tingkat manapun, akan menanggung resiko resistensi dari elemen-elemen
masyarakat yang merasa tidak terpuaskan dengan produk hukum tersebut.
Namun
demikian, kekhawatiran ini tidak lantas harus menyurutkan langkah pemangku
kebijakan untuk merancang rumusan serta memutuskan dan menetapkan produk-produk
hukum atau peraturan-peraturan yang secara filosofis telah memenuhi pesan-pesan
luhur/suci yang diamanatkan oleh produk hukum diatasnya. Das Sollen, secara
khusus pada peraturan tugas tambahan guru dan kepala sekolah, pemerintah kota
diharapkan dapat merumuskan rancangannya dengan senantiasa mencermati pesan
substansial Permendiknas No.. 28 tahun 2010 sebagai acuan atau rujukan
konstitusional dari perwal yang akan dikeluarkannya.Hal tersebut menjadi sebuah
keniscayaan, mengingat pentingnya sinergisitas peraturan-peraturan pada stiap
tingkatan guna pencapaian tujuan pembangunan yang diharapkan bersama yang telah
dirumuskan di tingkatan yang lebih tinggi/nasional sebelumnya. Sinerginya
setiap peraturan juga memperlihatkan azas taat hukum pada setiap jenjang
pemangku kebijakan yang akhirnya memberikan proses pembelajaran dan pencerahan
pada masyarakat sebagai user dari layanan-layanan yang, mau tidak mau harus
turut pada ketauladanan dari para pemangku kebijakan.
Situasi ini
diharapkan mengeliminir terjadinya pro-kontra yang mengarah pada dis-integrasi
masyarakat. Sikap patriotik terukur sangat diperlukan pemangku kebijakan dalam
penentuan lahirnya sebuah kebijakan yang pasti memiliki resiko resistensi dari
kalangan masyarakat yang tidak terpuaskan, akan tetapi memberikan kepeloporan
terbentuknya sistem yang kondusif pada ma sa yang akan datang.
Pada
tingkatan satuan pendidikan pun harus pula memulai keseriusan unutk merumuskan
juklas/juknis tugas tambahan para pembantu kepala sekolah agar memberikan jalan
bagi terbangunnya budaya organisasi yang memiliki suasana kompetisi yang sehat
degan pembatasan-pembatasan periode jabatan yang memperlancar arus regenerasi
yang terjadi. Tentu saja hal ini, dalam penilainnya tidak menapikkan
tahapan-tahapan fit and proper test yang dilakukan kepala sekolah yang
mengedepankan aspek-aspek kompetensi, kinerja, loyalitas dan kepangkatan.
Semangat,
keseriusan dan kebersamaan langkah dari semua pihak untuk mulai membenahi
komponen-komponen dari sistem pendidikan ke depan tersebut diatas, secara
filososfis diharapkan bisa mengakselerasi tercapainya tujuan-tujuan, visi, misi
dan renstra-renstra serta program-program yang digariskan semua institusi didunia
pendididkan. Pada sisi lain, hal tersebut diatas, secara kontekstual
diharapakan bisa menjadi entry point menuju pelayanan prima yang substansinya
pemuasan kebutuhan masyarakat sebagai user dari layanan bidang pendidikan. Pada
akhirnya, upaya-upaya diatas diharapkan dapat menjawab salah satu tantangan
GLOBALISASI Abad 21 yang oleh '"Tucker" disebut dengan istilah
Gelombang Generasi. Wallaahu'Alam.
Lampiran
Permendiknas No. 28 Tahun 2010
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI
KEPALA SEKOLAH/MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN
NASIONAL
Menimbang
:
|
a.
|
bahwa guru
dapat diberikan tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah untuk memimpin
dan mengelola sekolah/madrasah dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan;
|
b.
|
bahwa
dalam rangka meningkatkan kualitas kepala sekolah/madrasah perlu dilakukan
pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah serta sertifikasi
kompetensi dan penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah;
|
|
c.
|
bahwa Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru
sebagai Kepala Sekolah sudah tidak sesuai dengan perkembangan sistem
pendidikan nasional;
|
|
d.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c perlu
menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penugasan Guru
Sebagai Kepala Sekolah/Madrasah;
|
|
Mengingat
:
|
1.
|
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
|
2.
|
Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
|
|
3.
|
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4586);
|
|
4.
|
Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4916);
|
|
5.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4496);
|
|
6.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4754);
|
|
7.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 194, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4941);
|
|
8.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan
Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105);
|
|
9.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5135);
|
|
10.
|
Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5157);
|
|
11.
|
Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara;
|
|
12.
|
Peraturan
Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian
Negara;
|
|
13.
|
Keputusan
Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu
II;
|
|
14.
|
Peraturan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16
Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya;
|
|
15.
|
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala
Sekolah/Madrasah;
|
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
|
PERATURAN
MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/
MADRASAH
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Kepala sekolah/madrasah adalah guru yang
diberi tugas tambahan untuk memimpin taman kanak-kanak/raudhotul athfal
(TK/RA), taman kanak-kanak luar biasa (TKLB), sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah
(SD/MI), sekolah dasar luar biasa (SDLB), sekolah menengah pertama/madrasah
tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah pertama luar biasa (SMPLB), sekolah
menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), sekolah menengah kejuruan/madrasah
aliyah kejuruan (SMK/MAK), atau sekolah menengah atas luar biasa (SMALB) yang
bukan sekolah bertaraf internasional (SBI) atau yang tidak dikembangkan menjadi
sekolah bertaraf internasional (SBI).
2. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
3. Pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah adalah suatu tahapan dalam proses penyiapan calon kepala
sekolah/madrasah melalui pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun
praktik tentang kompetensi kepala sekolah/madrasah yang diakhiri dengan
penilaian sesuai standar nasional.
4. Penilaian akseptabilitas adalah penilaian
calon kepala sekolah/madrasah yang bertujuan untuk menilai ketepatan calon
dengan sekolah/madrasah dimana yang bersangkutan akan diangkat dan ditempatkan.
5. Kompetensi kepala sekolah/madrasah adalah
pengetahuan, sikap dan keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi
kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
6. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga
mandiri yang beranggotakan orang tua/wali peserta didik, komunitas sekolah,
serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
7. Sertifikat kepala sekolah/madrasah adalah
bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru bahwa yang
bersangkutan telah memenuhi kualifikasi dan kompetensi untuk mendapat tugas
tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah.
8. Penilaian kinerja adalah suatu proses
menentukan nilai kinerja kepala sekolah/madrasah dengan menggunakan
patokan-patokan tertentu.
9. Pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah
proses dan kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap profesional kepala sekolah/madrasah yang dilaksanakan
berjenjang, bertahap, dan berkesinambungan dalam rangka meningkatkan manajemen
dan kepemimpinan sekolah/madrasah
10. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
11.
Kementerian adalah kementerian yang menangani urusan pemerintah dalam bidang
pendidikan nasional.
12. Menteri
adalah menteri yang menangani urusan pemerintah dalam bidang pendidikan
nasional.
13. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang
bertanggungjawab di bidang pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan
Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama sesuai kewenangannya.
14. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota.
15. Kantor
wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota adalah
perwakilan Kementerian Agama tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota.
16. Dinas provinsi adalah dinas yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan di provinsi. 17. Dinas kabupaten/kota
adalah dinas yang bertanggungjawab di bidang pendidikan di kabupaten/kota.
18. Pengawas sekolah adalah guru yang diangkat
dalam jabatan pengawas sekolah/madrasah.
BAB II
SYARAT-SYARAT GURU YANG DIBERI TUGAS TAMBAHAN SEBAGAI KEPALA
SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 2
(1) Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan
khusus.
(2) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) meliputi :
a. beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. memiliki
kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV)
kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi;
c. berusia
setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama
sebagai kepala sekolah/madrasah;
d. sehat
jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dari dokter Pemerintah;
e. tidak
pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat sesuai dengan ketentuan
yang berlaku;
f. memiliki
sertifikat pendidik;
g.
pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang
sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul
athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB; i. memiliki golongan ruang
serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru
bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing; j. memperoleh nilai amat
baik untuk unsur kesetiaan dan nilai baik untuk unsur penilaian lainnya sebagai
guru dalam daftar penilaian prestasi pegawai (DP3) bagi PNS atau penilaian yang
sejenis DP3 bagi bukan PNS dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan k. memperoleh
nilai baik untuk penilaian kinerja sebagai guru dalam 2 (dua) tahun terakhir.
(3) Persyaratan
khusus guru yang diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah
meliputi:
a. berstatus
sebagai guru pada jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan
sekolah/madrasah tempat yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah;
b. memiliki
sertifikat kepala sekolah/madrasah pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan
pengalamannya sebagai pendidik yang diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan
ditetapkan Direktur Jenderal.
(4) Khusus bagi guru yang diberi tugas tambahan
sebagai kepala sekolah/madrasah Indonesia luar negeri, selain memenuhi syarat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) butir a dan b juga harus memenuhi
persyaratan khusus tambahan sebagai berikut:
a. memiliki pengalaman sekurang-kurangnya 3
(tiga) tahun sebagai kepala sekolah/madrasah;
b. mampu
berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan atau bahasa negara dimana yang
bersangkutan bertugas;
c. mempunyai wawasan luas tentang seni dan budaya
Indonesia sehingga dapat mengenalkan dan mengangkat citra Indonesia di
tengah-tengah pergaulan internasional.
BAB III
PENYIAPAN CALON KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 3
(1)
Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta pendidikan dan
pelatihan calon kepala sekolah/madrasah.
(2) Kepala
dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah kementerian agama/kantor
kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyiapkan calon
kepala sekolah/madrasah berdasarkan proyeksi kebutuhan 2 (dua) tahun yang akan
datang.
Pasal 4
(1) Calon
kepala sekolah/madrasah direkrut dari guru yang telah memenuhi persyaratan umum
sebagaimana dimaksud pada Pasal 2.
(2) Calon kepala sekolah/madrasah direkrut
melalui pengusulan oleh kepala sekolah/madrasah dan/atau pengawas yang
bersangkutan kepada dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah
kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya.
Pasal 5
(1) Dinas propinsi/kabupaten/kota dan kantor
wilayah kementerian agama/kantor kementerian agama kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya melakukan seleksi administratif dan akademik.
(2) Seleksi administratif dilakukan melalui
penilaian kelengkapan dokumen yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang
sebagai bukti bahwa calon kepala sekolah/madrasah bersangkutan telah memenuhi
persyaratan umum sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 2 ayat (2).
(3) Seleksi
akademik dilakukan melalui penilaian potensi kepemimpinan dan penguasaan awal
terhadap kompetensi kepala sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 6
(1) Guru
yang telah lulus seleksi calon kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 harus mengikuti program pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah di lembaga terakreditasi.
(2)
Akreditasi terhadap lembaga penyelenggara program penyiapan calon kepala
sekolah/madrasah dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan oleh
menteri.
Pasal 7
(1) Pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun
praktik yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
(2)
Pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah dilaksanakan dalam
kegiatan tatap muka dalam kurun waktu minimal 100 (seratus) jam dan praktik
pengalaman lapangan dalam kurun waktu minimal selama 3 (tiga) bulan.
(3) Pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan/atau pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.
(4)
Pemerintah dapat memfasilitasi pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota untuk meningkatkan kemampuan menyelenggarakan pendidikan dan
pelatihan calon kepala sekolah/madrasah.
(5)
Pendidikan dan pelatihan diakhiri dengan penilaian untuk mengetahui pencapaian
kompetensi calon kepala sekolah/madrasah.
(6) Calon kepala sekolah/madrasah yang dinyatakan
lulus penilaian diberi sertifikat kepala sekolah/madrasah oleh lembaga
penyelenggara.
(7) Sertifikat kepala sekolah/madrasah dicatat
dalam database nasional dan diberi nomor unik oleh menteri atau lembaga yang
ditunjuk
Pasal 8
Ketentuan
lebih lanjut mengenai penyiapan calon kepala sekolah/madrasah diatur dalam
pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB IV
PROSES PENGANGKATAN KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 9
(1)
Pengangkatan kepala sekolah/madrasah dilakukan melalui penilaian akseptabilitas
oleh tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah.
(2) Tim
pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah ditetapkan oleh Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara
sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh masyarakat sesuai dengan kewenangannya.
(3) Tim pertimbangan melibatkan unsur pengawas
sekolah/madrasah dan dewan pendidikan.
(4)
Berdasarkan rekomendasi tim pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah,
Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara
sekolah/madrasah sesuai dengan kewenangannya mengangkat guru menjadi kepala
sekolah/madrasah sebagai tugas tambahan.
(5) Guru yang diberi tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah mendapatkan tunjangan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
BAB V
MASA TUGAS
Pasal 10
(1) Kepala sekolah/madrasah diberi 1 (satu) kali
masa tugas selama 4 (empat) tahun.
(2) Masa
tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila memiliki prestasi kerja
minimal baik berdasarkan penilaian kinerja.
(3) Guru yang melaksanakan tugas tambahan sebagai
kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas berturut-turut, dapat
ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di sekolah/madrasah lain
yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari sekolah/madrasah sebelumnya,
apabila :
a. telah melewati tenggang waktu
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa tugas; atau
b. memiliki prestasi yang istimewa.
(4) Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi
di tingkat kabupaten/kota/ provinsi/nasional.
(5) Kepala sekolah/madrasah yang masa tugasnya
berakhir, tetap melaksanakan tugas sebagai guru sesuai dengan jenjang
jabatannya dan berkewajiban melaksanakan proses pembelajaran atau bimbingan dan
konseling sesuai dengan ketentuan.
BAB VI
PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN
Pasal 11
(1) Pengembangan keprofesian berkelanjutan
meliputi pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada dimensi-dimensi
kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial.
(2)
Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan melalui pengembangan diri,
publikasi ilmiah, dan/atau karya inovatif.
(3)
Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan Direktur Jenderal.
BAB VII
PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 12
(1)
Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilakukan secara berkala setiap tahun
dan secara kumulatif setiap 4 (empat) tahun.
(2) Penilaian kinerja tahunan dilaksanakan oleh
pengawas sekolah/madrasah.
(3) Penilaian kinerja 4 (empat) tahunan
dilaksanakan oleh atasan langsung dengan mempertimbangkan penilaian kinerja
oleh tim penilai yang terdiri dari pengawas sekolah/madrasah, pendidik, tenaga
kependidikan, dan komite sekolah dimana yang bersangkutan bertugas.
(4) Penilaian kinerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
a. usaha pengembangan sekolah/madrasah yang
dilakukan selama menjabat kepala sekolah/madrasah;
b. peningkatan kualitas sekolah/madrasah
berdasarkan 8 (delapan) standar nasional pendidikan selama dibawah kepemimpinan
yang bersangkutan; dan
c. usaha pengembangan profesionalisme sebagai
kepala sekolah/madrasah;
(5) Hasil
penilaian kinerja dikategorikan dalam tingkatan amat baik, baik, cukup, sedang
atau kurang.
(6)
Penilaian kinerja kepala sekolah/madrasah dilaksanakan sesuai pedoman penilaian
kinerja kepala sekolah/madrasah yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VIII
MUTASI DAN PEMBERHENTIAN TUGAS GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH
Pasal 13
Kepala
sekolah/madrasah dapat dimutasikan setelah melaksanakan masa tugas dalam 1
(satu) sekolah/madrasah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
Pasal 14
(1) Kepala
sekolah/madrasah dapat diberhentikan dari penugasan karena:
a. permohonan sendiri;
b. masa
penugasan berakhir;
c. telah mencapai batas usia pensiun jabatan
fungsional guru;
d. diangkat pada jabatan lain;
e. dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau
berat;
f. dinilai berkinerja kurang dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 g. berhalangan tetap;
h. tugas belajar sekurang-kurangnya selama 6
(enam) bulan;dan/atau i. meninggal dunia.
(2)
Pemberhentian kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
atau penyelenggara sekolah/madrasah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 15
Pemerintah,
pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau pejabat yang ditunjuk
sesuai dengan kewenangannya berdasarkan penilaian kinerja dan masukan dari tim
pertimbangan pengangkatan kepala sekolah/madrasah menetapkan keputusan
perpanjangan masa penugasan kepala sekolah/madrasah.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 16
Pada saat Peraturan Menteri ini ditetapkan guru yang sedang melaksanakan tugas
tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah, masa tugasnya dihitung sejak yang
bersangkutan ditugaskan sebagai kepala sekolah/madrasah. Pasal 17 Pada saat
Peraturan Menteri ini ditetapkan, guru yang telah atau sedang melaksanakan
tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah tidak dipersyaratkan memiliki
sertifikat kepala sekolah/madrasah sampai selesai masa tugasnya.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
(1) Dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun
sejak berlakunya Peraturan Menteri ini Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah wajib melaksanakan
program penyiapan calon kepala sekolah/madrasah.
(2) Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, atau penyelenggara sekolah/madrasah wajib melaksanakan
Peraturan Menteri ini dalam penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah paling
lambat tahun 2013.
Pasal 19
Dengan
berlakunya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor
162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan
di Jakarta
pada
tanggal 27 Oktober 2010
MENTERI
PENDIDIKAN NASIONAL,
TTD
MOHAMMAD
NUH
Sumber :
http://www.kompasiana.com
0 Response to "informasi tentang jabatan kepala sekolah "
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung